Sekitar 1 minggu yang lalu saya dan teman-teman diberikan tugas berupa suatu kasus, dari Pak Dosen Mata Kuliah Etika Profesi. Tugas kali ini menyangkut perkebunan sawit yang menuai protes dari Lembaga Dunia yang peduli pada lingkungan hidup. Kira-kira tugas yang diberikan adalah seperti ini :
Asosiasi Pengusaha Perkebunan Sawit Indonesia mendapatkan protes dari pecinta lingkungan hijau dunia tentang perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Perkebunan kelapa sawit indonesia dijalankan tanpa mengindahkan kelestarian lingkungan karena hampir dari setengah luasan kebun sawit di Indonesia dilakukan dengan membuka hutan hujan yang di dalamnya terdapat ribuan spesies unik tropik sehingga mengancam kelestarian spesies-spesies tersebut.
- Perkebunan kelapa sawit mengurangi kemampuan hutan mengkonversi CO2 sehingga perkebunan kelapa sawit mendorong global warming lebih cepat.
- Pembukaan kelapa sawit menimbulkan masalah sosial karena perkebunan kelapa sawit mempekerjakan pekerja secara tidak layak dan hampir mirip dengan perbudakan
- Pembukaan kebun kelapa sawit di suatu wilayah menimbulkan konflik sosial karena kebutuhan pekerja di kelapa sawit sangat banyak sehingga perusahaan mendatangkan pekerja dari luar wilayah tersebut dengan sangat banyak, dan masuknya orang asing mengakibatkan konflik horisontal.
- Janji bahwa pembukaan kelapa sawit akan meningkatkan taraf hidup masyarakat tidak tercapai.
Menurut anda apakah tuduhan ini masuk akal?
Jawaban APPSI:
Tuduhan pecinta lingkungan hijau dunia itu tidak berdasar dan merupakan kampanye hitam terhadap produksi kelapa sawit Indonesia. Diduga press realease ini disponsori asosiasi pengusaha minyak nabati Eropa yang tertekan oleh meningkatnya produksi CPO Indonesia. Sebagaimana kita ketahui pasar minyak nabati dunia saat ini telah dikuasai CPO, hampir 60% produksi minyak dunia adalah CPO yang 60%-nya dari Indonesia sehingga penghambatan terhadap produksi CPO Indonesia akan secara nyata meringankan tekanan terhadap industri minyak nabati Eropa.
Dari kasus tersebut diatas, kami diminta untuk memberikan kritik atas jawaban yang diberikan oleh Asosiasi Pengusaha Sawit Indonesia tersebut, apakah masuk akal atau tidak?
Mari kita bahas satu persatu mulai dari segi aspek Lingkungan, Aspek Sosial Budaya, dan Aspek Ekonomi untuk melihat apakah sesuai atau tidaknya jawaban yang diberikan oleh APSI terhadap protes yang diberikan oleh Lembaga Pecinta Lingkungan Hijau Dunia. Dalam pembahasan dibawah disertai juga solusi sebagai alternatif untuk menanggulangi dampak buruk yang diakibatkan oleh perkebunan kelapa sawit.
Aspek Lingkungan Perkebunan Kelapa Sawit
Perluasan perkebunan kelapa sawit telah mengakibatkan pemindahan lahan dan sumberdaya, perubahan luar biasa terhadap vegetasi dan ekosistem setempat. Lingkungan menjadi bagian yang sangat rawan terjadi perubahan kearah rusaknya lingkungan biofisik yang terdegredasi serta bertambahnya lahan kritis. apabila dikelola secara tidak bijaksana. Aspek lingkungan mempunyai dimensi yang sangat luas pengaruhnya terhadap kualitas udara dan terjadinya bencana alam seperti kebakaran, tanah longsor, banjir dan kemarau akibat adanya perubahan iklim global.
Hutan mempunyai fungsi ekologi yang sangat penting, antara lain, hidro-orologi, penyimpan sumberdaya genetik, pengatur kesuburan tanah hutan dan iklim serta rosot (penyimpan, sink) karbon, Hutan juga berfungsi sebagai penyimpan keanekaragaman hayati. Ekspansi perkebunan kelapa sawit memiliki dampak-dampak besar bagi penduduk Indonesia Umumnya, khususnya Masyarakat di Kalimantan dan Sumatra yang merupakan basis area perkebunan kelapa sawit terluas di Indonesia.
Kerusakan dan degradasi hutan menyebabkan perubahan iklim dengan dua cara. Pertama, menggunduli dan membakar hutan melepaskan karbondioksida ke atmosfir dan kedua, wilayah hutan yang berfungsi sebagai penyerap karbon berkurang. Peran hutan dalam mengatur iklim sangat penting sehingga jika kita terus menghancurkan hutan tropis, maka kita akan kalah dalam memerangi perubahan iklim. Hutan adalah rumah bagi keanekaragaman hayati dunia -- jutaan binatang dan tumbuhan. Terlebih lagi, jutaan masyarakat asli hutan bergantung kepada hutan sebagai sumber kehidupan mereka.
Budidaya tanaman kelapa sawit menerapkan sistem monokultur yang mensyaratkan pembersihan awal pada lahan yang akan digunakan (land clearing). Secara ekologis, memang pola monokultur lebih banyak merugikan karena penganak-emasan tanaman tersebut akan berdampak pada penghilangan (atau pengurangan tanaman lain).
Jika lahan baru yang dibuka berupa hutan, maka tentu saja ini akan berdampak pada berkurangnya -atau bahkan hilangnya- keanekaragaman hayati yang sudah ada sebelumnya. Keanekaragaman hayati membentuk ekosistem yang kompleks dan saling melengkapi, gangguan atas ekosistem tentu akan mengganggu keseimbangan alam, misalnya pada hilangnya aktor-aktor alam yang berperan dalam rantai makanan. Kehilangan satu aktor yang ada pada rantai makanan dalam posisi lebih tinggi dari aktor lainnya akan menyebabkan peningkatan populasi aktor dibawahnya tanpa dikontrol oleh predator alami yang ada di atasnya. Bisa dibayangkan jika ledakan populasi itu merupakan ancaman bagi populasi lain. Contoh paling gampang adalah populasi yang mengganggu dan kemudian disebut hama.
Pada beberapa kasus, pembukaan lahan hutan -tidak hanya lahan sawit- diikuti dengan pembakaran untuk mempercepat proses land clearing. Kasus asap yang muncul dari kebakaran (atau pembakaran) hutan sangat sering muncul beberapa waktu lalu dan kita semua sudah tahu dampaknya.
Adapun untuk lahan yang sudah beroperasi, kegiatan pertanian dan perkebunan, seperti aktivitas pemupukan, pengangkutan hasil, termasuk juga pengolahan tanah dan aktivitas lainnya, secara kumulatif telah mengakibatkan tanah mengalami penurunan kualitas (terdegradasi), karena secara fisik, akibat kegiatan tersebut mengakibatkan tanah menjadi bertekstur keras, tidak mampu menyerap dan menyimpan air. Penggunaan herbisida dan pestisida dalam kegiatan perkebunan akan menimbun residu di dalam tanah. Demikian juga dengan pemupukan yang biasanya menggunakan pupuk kimia dan kurang menggunakan pupuk organik akan mengakibatkan pencemaran air tanah dan peningkatan keasaman tanah.
Tanaman kelapa sawit juga merupakan tanaman yang rakus air. Ketersediaan air tanah pada lahan yang menjadi perkebunan kelapa sawit tersebut akan semakin berkurang. Hal ini akan mengganggu ketersediaan air, tidak hanya bagi manusia namun bagi tanaman itu sendiri. Dengan berkurangnya kuantitas air pada tanah dapat menyebabkan para petani akan sulit mengembangkan lahan pertanian pasca lahan perkebunan kelapa sawit ini beroperasi.
Jika dibiarkan tanpa antisipasi atas dampak jangka panjang, maka lahan demikian akan menjadi terlantar dan pada akhirnya akan menjadi lahan kering juga gersang yang terbengkalai.
Aspek Sosial Budaya
Pembangunan sebagai proses kegiatan yang berkelanjutan memiliki dampak yang luas bagi kehidupan Masyarakat. Dampak tersebut meliputi perubahan lingkungan yang berpengaruh terhadap ekosistem, yaitu terganggunya keseimbangan lingkungan alam dan kepunahan keanekaragaman hayati(biodiversity). Terhadap kehidupan Masyarakat, dapat membentuk pengetahuan dan pengalaman yang akan membangkitkan kesadaran bersama bahwa mereka adalah kelompok yang termaginalisasi dari suatu proses pembangunan atau kelompok yang disingkirkan dari akses politik, sehingga menimbulkan respon dari Masyarakat yang dapat dianggap mengganggu jalannya proses pembangunan.
Paradigma pembangunan pada era otonomi daerah memposisikan Masyarakat sebagai subjek pembangunan yang secara dinamik dan kreatif didorong untuk terlibat dalam proses pembangunan, sehingga terjadi perimbangan kekuasaan (power sharing) antara pemerintah dan Masyarakat. Dalam hal ini, kontrol dari Masyarakat terhadap kebijakan dan implementasi kebijakan menjadi sangat penting untuk mengendalikan hak pemerintah untuk mengatur kehidupan Masyarakat yang cenderung berpihak kepada pengusaha dengan anggapan bahwa kelompok pengusaha memiliki kontribusi yang besar dalam meningkatkan pendapatan daerah dan pendapatan nasional.
Aspek Ekonomi Perkebunan Kelapa Sawit
Perekonomian suatu daerah yang dimasuki oleh suatu investasi besar sudah bisa dipastikan akan berkembang dengan pesat. Hal ini dapat dilihat di beberapa daerah yang menjadi lokasi perusahaan besar seperti di daerah Riau yang berkembang pesat melalui investasi perusahaan perkebunan, pulp and paper, perusahaan HPH, dan lain-lain.
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi perkebunan sebagai penghasil minyak kelapa sawit (CPO- crude palm oil) dan inti kelapa sawit (CPO) yang merupakan salah satu sumber penghasil devisa non-migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Perkembangan sub-sektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia tidak lepas dari adanya kebijakan pemerintah yang memberikan berbagai insentif.
Dalam perekonomian Indonesia, komoditas kelapa sawit memegang peran yang cukup strategis karena komoditas ini mempunyai prospek yang cukup cerah sebagai sumber devisa. Disamping itu minyak sawit merupakan bahan baku utama minyak goreng yang banyak dipakai diseluruh dunia, sehingga secara terus menerus mampu menjaga stabilitas harga minyak sawit. Komoditas ini mampu pula menciptakan kesempatan kerja yang luas dan meningkatkan kesejahteraan Masyarakat.
Pemerintah Indonesia dewasa ini telah bertekad untuk menjadikan komoditas kelapa sawit sebagai salah satu industri non migas yang handal. Bagi Pemerintah Daerah komoditas kelapa sawit memegang peran yang cukup penting sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) selain itu membuka peluang kerja yang besar bagi Masyarakat setempat yang berada disekitar lokasi perkebunan yang dengan sendirinya akan meningkatkan kesejahteraan Masyarakat. Komoditas perkebunan yang dikembangkan di Kalimantan Tengah tercatat 14 jenis tanaman, dengan karet dan kelapa sebagai tanaman utama perkebunan rakyat, dan kelapa sawit sebagai komoditi utama perkebunan besar yang dikelola oleh pengusaha perkebunan baik sebagai Perkebunan Besar Swasta Nasional/Asing ataupun PIR-Bun (perusahaan inti rakyat perkebunan) dan KKPA (Kredit Koperasi Primer untuk Anggotanya).
Solusi
Dampak lingkungan tersebut memang cukup mengkhawatirkan. Namun bukan berarti tidak ada solusi yang bisa dikembangkan guna mengantisipasi dampak tersebut.
Kita harus mempertimbangkan ulang pembukaan hutan, terutama pada hutan-hutan yang berfungsi sebagai daerah resapan dan di masa mendatang diproyeksikan sebagai sumber air untuk infrastruktur pendukung pertanian seperti waduk. Namun memang diperlukan sinergi supaya semua kebijakan tersebut dapat saling topang.
Konservasi hutan dalam jangka panjang akan membantu konversi balik lahan sawit menjadi lahan pertanian jika pasokan air yang mencukupi dari hutan yang terkonservasi dapat dijaga. Atau dalam konteks perkebunan kelapa sawit itu sendiri, pasokan air yang mencukupi akan membantu pertumbuhan tanaman kelapa sawit dalam hal ketersediaan air dalam jangka panjang.
Demikian juga penggunaan masif pupuk kimia harus mulai dikombinasi dengan pupuk organik berbasis bioteknologi yang memiliki kadar mikroba penyubur/pembenah tanah. Penggunaan pupuk kimia yang lebih berorientasi pada pertumbuhan tanaman harus dikombinasi dengan pupuk organik yang berorientasi pada kesuburan tanah dengan menjaga proses biologi dan kimia tanah tetap berlangsung. Kesuburan tanah diharapkan bisa tetap terjaga sehingga tidak hanya menguntungkan bagi tanaman, namun mencegah proses penggurunan yang terjadi.
Tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) adalah komitmen bisnis untuk berkonstruksi dalam pembangunan ekonomi secara berkelanjutan. Eksploitasi sumberdaya alam (lahan) oleh perusahaan perkebunan dapat mengakibatkan terhambatnya hak-hak masyarakat sekitar untuk memanfaatkan sumberdaya sekitarnya secara maksimal untuk peningkatan kualitas hidup. Untuk itu, pola pengembangan perkebunan rakyat melalui pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR), KKPA, dan pola kemitraan lainnya merupakan solusi untuk mengeliminasi kesenjangan sosial dan ekonomi antara perusahaan perkebunan dengan masyarakat sekitar. Keberadaan perusahaan perkebunan kelapa sawit semakin menjadi penting karena perkebunan kelapa sawit rakyat yang dikembangkan melalui pola swadaya murni semakin tumbuh dan menjadi unsur penting dalam jejaring bisnis kelapa sawit, karena pada dasarnya perkebunan rakyat telah menjadi pamasok (supply chain) bagi pabrik kelapa sawit yang dimiliki perusahaan kepala sawit.
Hubungan perkebunan rakyat dan perusahaan perkebunan semakin penting posisinya dalam analisis keterkaitan bisnis. Untuk itu, perusahaan perkebunan sudah selayaknya melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat sekitar untuk mengeliminasi dampak sosial dan ekonomi negatif yang mungkin muncul. Untuk itu, perlu pemahaman yang konkrit dan nyata terhadap kondisi sosial dan ekonomi perkebunan rakyat disekitar perusahaan perkebunan, untuk menggambarkan dampak positif dan negative pembangunan perusahaan perkebunan bagi petani mitra dan masyarakat sekitar. Pemahaman kondisi riil terhadap keadaan sosial dan ekonomi ini diperlukan untuk menyusun implementasi tanggung jawab sosial yang sistematis dalam bentuk community development melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat agar dampak negatif pembangunan perkebunan yang menghambat terpenuhinya hak-hak masyarakat sekitar perusahaan dapat dihindari.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian berbagai aspek pada perkebunan kelapa sawit yang telah disampaikan, saya berpendapat bahwa jawaban yang diberikan oleh Asosiasi Pengusaha Perkebunan Sawit Indonesia tersebut tidak sesuai dengan protes yang diberikan oleh Lembaga Lingkungan Hijau Dunia. Ketidak sesuaian tersebut disebabkan oleh jawaban dari APPSI yang tidak relevan dengan protes yang diberikan oleh Lembaga Lingkungan Hijau. Seharusnya APPSI memberikan jawaban yang relevan terhadap kritik atau protes yang dilontarkan oleh Lembaga Lingkunga Hijau Dunia. Duduk bersama dan mencari solusi terhadap permasalah-permasalahan tersebut adalah hal yang wajib dilakukan oleh APPSI bersama dengan Masyarakat, Pemerintah dan Lembaga Lingkungan Hijau Dunia, karena tidak dapat dipungkiri bahwa perkebunan kelapa sawit menibulkan dampak negative yang cukup luas, akan tetapi dampak positifnya pun sangat besar terhadap perekonomian daerah dan Negara. Dengan duduk bersama, diharapkan dapat menghasilkan solusi untuk menekan dampak negatif yang ditimbulkan oleh perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Studi Sosial Ekonomi Pembangunan Perkebunan Sawit. http://grayluciver.blogspot.com/2011/04/studi-sosial-ekonomi-pembangunan.html Akses pada 26 April 2014.
Anonim. 2012. Minyak yang Bersahabat, Solusi Perkebunan Kelapa Sawit. http://www.greenpeace.org/seasia/id/Global/seasia/Indonesia/Forest_Solutions/goodoil.html
Anonim. 2012. Dampak Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit. http://edudetik.blogspot.com/2014/01/dampak-pembangunan-perkebunan-kelapa.html
Mahenraz. 2013. Dampak Rencana Pembangunan Kelapa Sawit PT RMS. http://mahenraz.wordpress.com/2010/06/23/dampak-rencana-pembangunan-kelapa-sawit-pt-rms-di-kec-bukit-batu/